Situasi paling parah terjadi di Kepulauan Pasifik, yang mana pola makan tradisional digeser oleh makanan impor murah yang padat energi, tinggi gula, garam, dan lemak. Negara-negara berpenghasilan tinggi pun turut mengalaminya. Di Cile, 27 persen anak hidup dengan obesitas; di Amerika Serikat dan Uni Emirat Arab angkanya 21 persen.
Secara global, satu dari lima anak dan remaja, sekitar 391 juta orang, digolongkan kelebihan berat badan, dan hampir setengah dari mereka sudah masuk kategori obesitas.
Obesitas sendiri adalah bentuk paling parah dari kelebihan berat badan. Anak dengan kondisi ini berisiko mengalami resistansi insulin, tekanan darah tinggi, hingga penyakit serius seperti diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan kanker.
Pemerintah harus melakukan tindakan nyata
Beberapa negara mulai mengambil langkah berani. Di Meksiko, misalnya, ketika minuman manis dan makanan ultra proses menyumbang 40 persen kalori harian anak-anak, pemerintah melarang penjualannya di sekolah-sekolah. Kebijakan ini mengubah lingkungan makan lebih sehat untuk lebih dari 34 juta anak.
UNICEF mendorong pemerintah di seluruh dunia melakukan reformasi serupa, seperti:
- Pelabelan gizi wajib.
- Pembatasan iklan.
- Pajak untuk produk yang tidak sehat.
- Larangan junk food di sekolah.
- Perlindungan sosial yang lebih kuat.
- Kebijakan untuk melindungi pengambilan keputusan publik dari intervensi industri makanan.
“Kita melihat beban ganda malnutrisi di banyak negara, stunting dan obesitas ada bersamaan. Ini membutuhkan intervensi yang lebih terarah,” tegas Russell. “Setiap anak berhak mendapatkan makanan yang bergizi dan terjangkau untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan mereka. Kami mendesak adanya kebijakan yang benar-benar membantu orang tua dan pengasuh agar anak-anak mereka bisa mengakses makanan sehat.”
Pict Source: idntimes.com