Kondisi Palestina Terkini: 31 Bayi yang Lahir Sebelum Waktunya Dibebaskan dari RS Al-Shifa, Tidak Ada Satu Pun yang Tinggal Bersama Keluarganya

Berita / 20-Nov-2023




31 bayi yang lahir sebelum waktunya dan memiliki berat badan lahir rendah dibawa dari Rumah Sakit Al-Shifa Gaza ke Rumah Sakit Bersalin Al-Helal Al-Emarati di selatan Gaza. Bayi-bayi diperiksa dan kemudian distabilkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan pada Senin, 20 November 2023, bahwa di antara puluhan bayi itu tak ada satu pun yang didampingi keluarganya. Laporan tersebut menyatakan, "Karena Kementerian Kesehatan hanya memiliki informasi yang terbatas, dan saat ini tidak dapat menemukan anggota keluarga dekat", seperti yang dilaporkan Al Jazeera. Di antara 31 bayi yang lahir sebelum waktunya, 11 berada dalam kondisi kritis saat ini.

Pada akhir pekan, seorang jurnalis, Belal Jadallah, yang juga merupakan kepala dewan Press House Palestine, dan dua jurnalis lepas, Hassouna Sleem dan Sary Mansour, meninggal dunia. Ini menambah daftar panjang korban genosida pewarta di Palestina.

Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menyatakan bahwa kematian ini menambah daftar orang yang telah meninggal sebagai jurnalis dan karyawan media. Jumlah pewarta yang tewas menjadi 48 setelah tiga jurnalis itu kembali.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan Rumah Sakit Al-Shifa Gaza sebagai "zona kematian" dan meminta evakuasi cepat untuk orang-orang yang tersisa di sana. Tim penilaian kemanusiaan yang dipimpin langsung oleh PBB menunjukkan situasi yang tidak menguntungkan. Mereka melihat kuburan massal di pintu masuk rumah sakit saat mengevakuasi sebagian besar pasien di sana pada hari Sabtu.

Selain itu, mereka mengetahui bahwa lebih dari delapan puluh orang dimakamkan di lokasi tersebut. Selain itu, tim itu menyaksikan tanda-tanda penembakan dan tembakan. "Karena keterbatasan waktu terkait dengan situasi keamanan, tim hanya dapat menghabiskan satu jam di dalam rumah sakit, yang mereka gambarkan sebagai "zona kematian" dan situasinya "mendesak"," kata WHO dalam pernyataannya pada Minggu.

WHO menyatakan bahwa rumah sakit tersebut terpaksa berhenti karena kekurangan air bersih, bahan bakar, obat-obatan, makanan, dan bantuan vital lainnya. "Tim mengamati bahwa karena situasi keamanan, staf tidak mungkin melakukan pengelolaan limbah yang efektif di rumah sakit." Dijelaskan juga bahwa limbah medis dan limbah padat meningkatkan risiko infeksi di koridor dan halaman rumah sakit. Pacien dan karyawan rumah sakit meminta dievakuasi karena takut akan keselamatan dan kesehatan mereka.

Karena sejumlah warga Palestina dilarang melakukan salat Jumat di Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur selama enam pekan berturut-turut, warga Palestina tidak dapat beribadah di sana.

Laporan menunjukkan bahwa hanya sekira 4.000 warga Palestina mayoritas orang tua diizinkan untuk beribadah di Baitul Maqdis. Di masa lalu, ada 50.000 jemaah yang biasa melakukan salat di sana. Penjajah menjaga Masjid Al Aqsa dengan sangat ketat, sehingga sangat sepi. Namun, penjajah tidak memberikan alasan untuk membatasi akses itu. Menurut laporan Anadolu, penjajah dikerahkan secara besar-besaran di kawasan Yerusalem Timur, terutama di pintu masuk menuju Masjid Al Aqsa dan Kota Tua. Warga Palestina terpaksa mendirikan salat Jumat di banyak jalan di sekitar kawasan Kota Tua.

 

Picture Source: BBC


Program